Baru-baru
ini saya menyetorkan zakat profesi selama satu tahun berpenghasilan kepada
saudara di kampung halaman yang berhak menerimanya. Mungkin sebagian dari kita
sudah pernah melakukannya. Baik melalui lembaga zakat (Rumah Zakat, PKPU,
Dompet Dhuafa, dsb) atau langsung memberikannya kepada yang berhak.
Afwan,
bukan bermaksud soal pamer amal, namun berharap menjadi ajang fastabiqul
khairat kita sebagai seorang muslim/ah. J
Terkait
hukum soal zakat profesi mungkin masih menjadi khilafiyah dari beberapa ulama,
sebab zakat umumnya hanya terbagi menjadi dua, yakni zakat maal dan zakat
fitrah. Namun terkait zakat profesi ini ada yang mengatakan qiyas dengan
menyamakannya dengan zakat hasil pertanian. Dan saya pribadi lebih condong
kepada pendapat soal qiyas.
Lebih
dari itu saya memahaminya dalam menunaikan zakat profesi ini bahwa, pada setiap
aktivitas kita, apa yang dilakukan dan apa yang sudah dicapai, sedikit
banyaknya mungkin ada do’a-do’a orang lain yang terselip untuk kita, ada
harapan-harapan orang lain yang Allah Ta’ala kabulkan untuk kita, sedangkan
diri kita sendiri tidak mengetahuinya. Dalam hal ini misalnya kondisi kita
pribadi saat ini, mungkin yang sudah bekerja di perusahaan besar, mungkin yang
sudah menjabat jabatan tinggi, tentu tak luput dari peran dan do’a orang-orang
disekitar kita dari kecil hingga menjadi seperti sekarang.
Adapun
dengan tertunainya zakat profesi yang disalurkan, berharap harta yang kita
peroleh dari penghasilan kita bisa dibersihkan dan diberkahi Allah Ta’ala
tentunya. Karena kita tidak tahu, bisa jadi ada hak-hak orang lain yang berada
dalam harta kita atau bisa jadi harta yang kita peroleh secara halal menurut
mata yang tampak, belum berstatus halal sebelum dibersihkan dengan menunaikan
zakat. Selain itu dengan menjalankan kewajiban zakat ini, setidaknya menjadi
ungkapan rasa syukur dan terima kasih kita kepada Allah Ta’ala dan orang-orang
disekitar kita dari sejak kecil hingga menjadi seperti sekarang ini.
Untuk
itu dalam menunaikan zakat (dalam bahasan ini adalah zakat profesi) alangkah
lebih eloknya kita dengan memberikannya kepada yang berhak. Secara spesifik
saya pribadi menyarankan untuk memberikan langsung kepada yang berhak dan
membutuhkan, apalagi ditempat kita berasal. Bukannya tak percaya dengan lembaga
zakat yang ada, namun lebih ke arah kebermanfaatan kita sebagai kader dakwah dimanapun berada (di kampung
halaman, atau tempat kita beraktivitas sekarang). Mengingat tak sedikit dari
kita yang memang sudah menunaikan kewajibannya, hanya saja baru sebatas
kewajiban. Tapi sebagai kader dakwah
tentu tertunainya kewajiban harusnya bisa lebih dari sekedar melepas kewajiban.
Yakni adanya kepuasan batin dan penuh harap berkah dari Allah Ta’ala terhadap apa
yang sudah kita tunaikan. Puas dengan apa yang kita berikan, dan puas dengan
apa yang kita terima. Wallahu’alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih atas masukannya...
semoga menjadi lebih baik