Senin, 13 Januari 2014

Zakat Profesi dan Kepuasan Batin


Baru-baru ini saya menyetorkan zakat profesi selama satu tahun berpenghasilan kepada saudara di kampung halaman yang berhak menerimanya. Mungkin sebagian dari kita sudah pernah melakukannya. Baik melalui lembaga zakat (Rumah Zakat, PKPU, Dompet Dhuafa, dsb) atau langsung memberikannya kepada yang berhak.

Afwan, bukan bermaksud soal pamer amal, namun berharap menjadi ajang fastabiqul khairat kita sebagai seorang muslim/ah. J

Terkait hukum soal zakat profesi mungkin masih menjadi khilafiyah dari beberapa ulama, sebab zakat umumnya hanya terbagi menjadi dua, yakni zakat maal dan zakat fitrah. Namun terkait zakat profesi ini ada yang mengatakan qiyas dengan menyamakannya dengan zakat hasil pertanian. Dan saya pribadi lebih condong kepada pendapat soal qiyas.


Lebih dari itu saya memahaminya dalam menunaikan zakat profesi ini bahwa, pada setiap aktivitas kita, apa yang dilakukan dan apa yang sudah dicapai, sedikit banyaknya mungkin ada do’a-do’a orang lain yang terselip untuk kita, ada harapan-harapan orang lain yang Allah Ta’ala kabulkan untuk kita, sedangkan diri kita sendiri tidak mengetahuinya. Dalam hal ini misalnya kondisi kita pribadi saat ini, mungkin yang sudah bekerja di perusahaan besar, mungkin yang sudah menjabat jabatan tinggi, tentu tak luput dari peran dan do’a orang-orang disekitar kita dari kecil hingga menjadi seperti sekarang.

Adapun dengan tertunainya zakat profesi yang disalurkan, berharap harta yang kita peroleh dari penghasilan kita bisa dibersihkan dan diberkahi Allah Ta’ala tentunya. Karena kita tidak tahu, bisa jadi ada hak-hak orang lain yang berada dalam harta kita atau bisa jadi harta yang kita peroleh secara halal menurut mata yang tampak, belum berstatus halal sebelum dibersihkan dengan menunaikan zakat. Selain itu dengan menjalankan kewajiban zakat ini, setidaknya menjadi ungkapan rasa syukur dan terima kasih kita kepada Allah Ta’ala dan orang-orang disekitar kita dari sejak kecil hingga menjadi seperti sekarang ini.


Untuk itu dalam menunaikan zakat (dalam bahasan ini adalah zakat profesi) alangkah lebih eloknya kita dengan memberikannya kepada yang berhak. Secara spesifik saya pribadi menyarankan untuk memberikan langsung kepada yang berhak dan membutuhkan, apalagi ditempat kita berasal. Bukannya tak percaya dengan lembaga zakat yang ada, namun lebih ke arah kebermanfaatan kita sebagai kader dakwah dimanapun berada (di kampung halaman, atau tempat kita beraktivitas sekarang). Mengingat tak sedikit dari kita yang memang sudah menunaikan kewajibannya, hanya saja baru sebatas kewajiban. Tapi sebagai kader dakwah tentu tertunainya kewajiban harusnya bisa lebih dari sekedar melepas kewajiban. Yakni adanya kepuasan batin dan penuh harap berkah dari Allah Ta’ala terhadap apa yang sudah kita tunaikan. Puas dengan apa yang kita berikan, dan puas dengan apa yang kita terima. Wallahu’alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih atas masukannya...

semoga menjadi lebih baik