A.Kepercayaan Diri yang bersumber dari Iman
Iman itu memiliki makna: diikrarkan dengan hati,dibenarkan dengan lisan dan dilakukan dengan perbuatan,hal ini menunjukkan bahwa dengan iman akan mencirikan siapa dirinya. Tentunya dengan iman semua orang akan memaknai hidupnya terhadap apa yang ia yakini. Dan iman itu sendiri merupakan aqidah yang harus dipegang teguh oleh setiap mukmin sejati. Sayyid Quthb disini menjelaskan bahwa iman itu ternyata memilki makna yang lebih besar dan lebih jauh, dari sekadar berperang dengan segala bentuknya. Iman itu merupakan keadaan abadi nan lagi tinggi yang harus menjadi dasar bagi qalbu seorang mukmin dalam menghadapi peristiwa apapun.
Iman yang mulia dan luhur ini meliputi:
)i( kepercayaan diri,dimana apapun yang terjadi dengan dirinya ia tetap tegar menhadapinya.
)i( perasaan bangga,yang didasarkan atas kebenaran islam yang mantap. Dengan perasaan bangga terhadap imannya ini maka tidak rasa takut yang berlebihan kepada siapapun kecuali hanya kepada Allah SWT.
Setelah iman itu lahir pada diri manusia maka seorang mukmin(orang yang telah beriman) mampu menjadi orang yang kuat,yang siap dalam kondisi apapun(yang tak lekang oleh panas dan tak lapuk oleh hujan). Dalam hal ini Sayyid Quthb merincikan kategori orang mukmin sebagai berikut:
a.Orang yang lebih hebat,lebih mulia sandaran dan sumbernya
b.Orang yang lebih hebat pengetahuan dan lebih tepat gambarannya tentang hakikat wujud ini. Karena iman dalam islam ini merupakan betuk pengenalan yang paripurna terhadap hakikat yang amat besar ini.
c.Orang yang lebih mampu menggambarkan nilai dan neraca yang menjado standar bagi kehidupan,peristiwa,benda, dan seseorang.
d.Orang yang memiliki hati, perasaan, akhlak, dan perilaku yang lebih mulia.
e.Orang yang memiliki syariat dan hukum yang lebih hebat.
f.Orang yang tetap tegak menggenggam agamanya
Nah setelah enam kategori ini dimiliki dan ada disetiap mukmin, maka akan timbul sikap dan prilaku yang akan menjaga dirinya dari hal2 yang buruk tentunya:
Jauh dari namanya kejahiliahan,dimana kejahiliahan itu tidak terbatas oleh waktu dan dimanapun.
Tidak terpedaya oleh materialistis dunia, karena sudah memiliki akidah, konsepsi, standarisasi dan neraca keislaman dalam dirinya.
Tidak terlena oleh nafsu syahwat, karena telah memiliki hati yang bersih nan suci sebagai seorang mukmin.
Sebagai penutup bahwa kepercayaan diri yang bersumber dari iman tentulah dasar semuanya hanya pada Allah semata, dan orang yang mengikutinya pasti adalah orang2 yang benar, bukan orang2 yang sesat.(QS: Ali Imran: 8-9).
Wallahu’alam bish shawab.
B.Inilah Jalan itu
Jalan yang diambil seorang mukmin ini tentunya bukan sembarangan jalan. Jalan yang ditempuh ini memiliki banyak aral lintang dan cobaan,dimana dengan hal itulah iman mereka semakin bertambah, akidahnya semakin kuat dan jiwanya menjadi lebih besar dan lebih tinggi dalam menjalani hidup ini.
Dalam hidup yang beragam macam inipun diperlukan neraca yang akurat sesuai standarisasi Allah yaitu akidah. Karena dengan itulah jiwa-jiwa mukmin tadi akan merasa menang dan terlepas dari belenggu dunia. Dengan akidah dan jiwa yang menang tadi akan mengangkat derajat manusia ini secara umum.
Tak lepas dari itu, kebanyakan dari manusia terbiasa memiliki cara pandang duniawi yang sempit dan pendek. Padahal Al Qur’an telah mengajarkan pada manusia satu cara pandang ukhrawi yang luas dan berjangka panjang, karena nantinya akan melahirkan satu hakikat yang menjadi dasar konsepsi keimanan yang benar. Dan Allah menjanjikan bagi orang2 mukmin balasan atas iman dan taatnya,sabar atas ujiannya dengan ketenangan hati (QS: Ar-Ra’d: 28). Adapun konsepsi keimanan itu tentunya berkaitan dengan kewajiban seorang mukmin tadi dalam menjadikan Allah sebagai satu-satunya tuhan, mengutamakan akidah, penuh percaya diri dengan iman yang dimiliki, dan menyandarkan diri hanya kepada Allah semata. Dengan kata lain dapat diartikan sebagai pekerja Allah yang akan mendapat upah nantinya.
Dalam perjalanannya seorang mukmin akan menempuh 4 fase berikut:
a.Pada saat didunia mendapatkan hasil dunia berupa ketentraman hati, perasaan bangga, gambaran yang indah, bebas dari segala iakatan dan tarikan, serta bebas dari rasa takut dan bimbang dalam situasi apapun.
b.Saat meninggalkan dunia, hasil yang diperoleh adalah sanjungan dari malaikat serta sebutan dan kehormatan.
c.Ketika menerima hasil penghisaban ia lalui dengan mudah dan mendapat kenikmatan yang besar.
d.Titik finish yang didapat adalah hasil dari semua itu merupakan keridhaan Allah SWT.
Inilah jalan yang ditempuh oleh seorang mukmin sejati dengan “happy ending full barokah”, meski dalam perjalanannya akan menemui segala macam bentuk rintangan dan halangan menghadang, namun keistiqomahan iman yang melekat di hati dan rasa percaya diri yang tinggi bahwa akan ada balasan yang lebih mulia dari itu semua, membawanya dalam bingkai barometer penghargaan dan kekuasaan dari Allah SWT.
Sebagai ending dari tulisan ini bahwa Sayyid Quthb telah membeberkan dari awal, bagaimana proses mula digambarkannya tentang islam itu sendiri, menjadikannya sebagai pusat dari semua yang ada di bumi ini, yang berpedoman kepada Al Qur’an dan Sunnah serta karakter pelaku yang akan menjalankannya juga diatur, sehingga tuntunan jalan yang dituju menuju kemuliaan itu tercapai menjadi “happy ending full barokah”.
Wallahu’alam bish shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih atas masukannya...
semoga menjadi lebih baik